SAHAM DAN OBLIGASI
BAB I
PENDAHULUAN
Dimasa dewasa ini banyak dari kalangan masyarakat yang
menjalankan kegiatan inventasi. Dalam kegiatan investasi tersebut pada umumnya
dikoordinasikan oleh suatu lembaga, yaitu bursa efek, yang mana dalam
kegiatannya selalu diawasi oleh BAPEPAM. Dalam kegiatan investasi tersebut,
sebagaimana yang kita ketahui bersama pada pasar modal terdapat beberapa
instrument investasi yang sering digunakan sebagai alternatifi kegiatan
investasi ini, yaitu Saham dan Obligasi.
Secara global, bagi orang-orang yang tak mementingkan
unsur halal dan haram (Konvensional) tidaklah ada masalah dalam menjalankan
kegiatan investasi ini. Namun, bagi kita kaum muslim tentu menjalankan suatu
usaha ataupun kegiatan bisnis harus mempertimbangkan halal dan haramnya, sesuai
dengan yang telah diatur dalam hukum Syara’ diantaranya dalam kegiatan tersebut
harus terhindar dari unsur Riba, Judi, Gharar, dan Haram.
Oleh karena itu dalam terdapat beberapa produk Syariah
dalam kegiatan investasi ini, seperti Saham Syariah dan Obligasi Syariah atau
sering disebut dengan Sukuk. Adanya produk tersebut pada dasarnya untuk
membantu para kaum muslim yang ingin ikut serta dalam kegiatan investasi agar tidak terjerumus kedalam praktik-praktik
yang diharamkan oleh hukum Syara’.
Dalam makalah ini akan
dijelaskan sedkit mengenai Sukuk, macam – macam jenis Sukuk dan hal – hal yang
berhubungan dengan Sukuk.
A.
Pengertian
Saham
Dalam
bahasa Belanda saham disebut “aandeel”, dan dalam bahasa Inggris disebut
dengan ”share”, dalam bahasa Jerman disebut “aktie”, dan dalam
bahasa Perancis disebut “action”. Semua istilah ini mempunyai arti surat
berharga yang mencantumkan kata “saham” di dalamnya sebagai tanda bukti
pemilikan sebagian dari modal perseroan.[1]
Saham
adalah surat bukti kepemilikan atas sebuah perusahaan yang melakukan penawaran
umum (go public) dalam nominal dan porsentase tertentu. Sementara itu,
saham merupakan jumlah satuan dari modal kooperatif yang sama jumlahnya bisa
diputar dengan berbagai cara berdagang, dan harganya bisa berubah sewaktu-waktu
tergantung keuntungan dan kerugian atau kinerja perusahaan tersebut.[2]
Dari
beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa saham menunjukkan
kepemilikan atas suatu perusahaan dan memberikan hak kepada pemiliknya.
Kepemilikan tersebut memberikan kontribusi kepada pemegangnya berupa return yang
dapat diperolehnya, yaitu keuntungan modal (Capital gain) atas saham
yang memiliki harga jual lebih tinggi daripada harga belinya, atau deviden atas
saham tersebut. Di samping hak lainnya Non-finansial-benefit berupa hak
suara dalam RUPS. Peluang untuk mendapatkan return dari capital gain ini
memotivasi para investor untuk melakukan perdagangan saham di pasar
modal (Bursa Efek).[3]
1.
Dasar Hukum
Jual-beli
saham dalam islam pada dasarnya adalah merupakan bentuk Syirkah mudhorabah, diantara
para pengusaha dan pemilik modal sama-sama berusaha yang nantinya hasilnya bisa
dibagi bersama. Mudharabah, merupakan teknik pendanaan dimana pemilik
modal menyediakan dana untuk digunakan oleh unit deficit dalam kegiatan
produktif dengan dasar Loss and profit shearing.[4]
Dalil
naqli tentang saham (mudharabah), Firman Allah swa dalam Q.S. Al-Muzammil: 20)
4 ª4 zNÎ=tæ br& ãbqä3uy Oä3ZÏB 4ÓyÌó£D tbrãyz#uäur tbqç/ÎôØt Îû ÇÚöF{$# tbqäótGö6t `ÏB È@ôÒsù «!$#
Artinya:
“Dia mengetahui bahwa aka nada diantara kamu orang-orang yang sakit dan
orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah swt” (Q.S.
Al-Muzammil: 20)
Kata
al-Darbh, disebut juga Qiradh, yang berasal dari kata Qardhu, berarti
al-Qath’u (potongan) karena pemilik memotong sebagian dari hartanya
untuk diperdagangkan dan memperoleh keuntungan. Menurut para Fuqhaha
Mudharabah adalah akad antara dua pihak yang saling menanggung, salah satu
pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian
yang telah ditentukan dari keuntungan.
Dalam
kumpulan fatwa DSN Saudi Arabia yang yang diketuai Oleh Syaih Abdul Aziz Ibnu
Abdillah Ibnu Baz Jilid 13 (tiga belas) Bab Jual beli (JH9) Halaman 20-321
fatwa nomor 4016 dan 5149 tentang hukum jual beli saham dinyatakan sebagai
berikut:
جَازَ بِيْعُهَا
وَشَرَاَوْهَا بِثَمَنِ وَاِنَمَا تَمْثِلً آرْضَا آوْسَيَارَاتْ أَوْعَمَارَاتِ أَوْنَحُوْ
ذَلِكَ اِذَا كُانْتُ اِلَأ سَهَمْ لَا تَمْثِلً نَقٌوْدَا تَمْثِيْلًا كُلِيَا أَوْغَالَبَا
لِعَمُوْ أدْلُهُ جَوَازَ البَيْعَ وَالَشرَاءَ حَالْ أَمْوًجَلَ عَليَ دَ فِعِهِ
أَوْد فَعْاُ ت
Artinya:
“Jika saham yang diperjualbelikan tidak serupa dengan uang secar utuh apa
adanya, akan tetapi hanya refresentasi dari aset seperti tanah, mobil pabrik
dan lain sejenisnya. Dan hal tersebut merupakan hal yang telah diketahui oleh
penjual dan pembeli, maka dibolehkan hukumnya untuk diperjual-belikan dengan
tunai maupun tangguh, yang dibayar secara kontan ataupun beberapa kali
pembayaran, berdasarkan keumuman dalil tentang dibolehkannya jual-beli.[5]
Dengan
demikian, jual beli saham dengan niat dan tujuan memperoleh penambahan modal,
memperoleh aset likuid maupun pengharapan deviden, dengan memilikinya sampai
jatuh tempo, dapat difungsikan sewaktu-waktu, dapat diperjual-belikan untuk
mendapatkan keuntungan capital gain, hukumnya adalah boleh selama usahanya dalam
hal yang halal, tidak melanggar syariat, dan tidak dijadikan sebagai alat
spekulasi.
B. Pengertian Obligasi Syariah
Kata obligasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu obligatie atau obligaat,
yang berarti kewajiban yang tidak dapat ditinggalkan atau surat hutang
suatu pinjaman Negara atau daerah atau perseroan dengan bunga tetap.[6]
Menurut UU Pasar Modal No. 8 tahun 1995, Obligasi Konvensional yaitu
Surat berharga jangka panjang yang bersifat hutang yang dikeluarkan oleh emiten
kepada pemegang obligasi dengan kewajiban membayar bunga pada priode tertentu
dan melunasi pokok pada saat jatuh tempo. Sedangkan obligasi syariah
sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 32/ DSN-MUI/ IX/2002
adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah
yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten
untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee,
serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.[7]
Di sini obligasi merupakan instrument utang bagi perusahaan yang hendak
memperoleh modal. Jangka waktu jatuh tempo dari suatu obligasi adalah jumlah
tahun yang telah dijanjikan oleh emiten untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya,
jatuh tempo dari obligasi mengacu pada tanggal berakhirnya eksistensi utang
tersebut dan hari dimana emiten akan menebus obligasi dengan membayar jumlah
yang terutang.
1.
Dasar Hukum Sukuk (Obligasi Syariah)
Adapun dalil yang berkenaan dengan kebolehan Sukuk
(obligasi syariah) penyusun sarikan dari Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional.
Berikut dalil-dalilnya:
Firman Allah SWT, QS. Al-Ma’idah [5]:1:
يَاْاَيُّهَااَّلَّذِيْنَ
ءَامَنُوْا اَوْفُوْا بِاْلعُقُوْدِ
Artinya : “Hai orang – orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu”
Firman Allah SWT, QS. Al-Isra’ [17]: 34:
وَاَوْفُوْا بِاْلعَهْدِ
اِنَّ اْلعَهْدَ كَانَ مَسْئُوْلاً
Artinya :”…. Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu
pasti di minta pertanggung jawabannya”
Juga Firman Q.S. al-Baqarah
[2]: 275 :
úïÏ%©!$# tbqè=à2ù't (#4qt/Ìh9$# w tbqãBqà)t wÎ) $yJx. ãPqà)t Ï%©!$# çmäܬ6ytFt ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºs öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur y$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkÏù crà$Î#»yz ÇËÐÎÈ
Artinya : “orang-orang
yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Hadis Nabi SAW yang digunakan sebagai dalil
dasar sukuk ini ialah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Amar bin ‘Auf,
عَنْ عَمْرُوْ بِنْ عَوْفِ المَزَانِيْ قَالَ رَسَوْلُ اللهِ ص م : الصَلَحْ جَائِزَ
بَيْنَ الْمُسْلِمِيْنَ اِلَّا صَلْحِا حَرَمَ حَلَالًا أَوْأَحْلُّ حَرَامَا وَالْمُسْلِمُوْنَ
عَلَىَ شُرُوْطُهُمْ إِلَا شُرْطِا حَرَّمَ حَلَالًا أَوْ أَحْلٌّ حَرَاًمًا (رواه
امام الترمذى)
Artinya : “Perjanjian boleh dilakukan di antara
kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
2.
Qaidah Fikih:
Terdapat tiga kaidah
yang digunakan, yaitu :
1.
Pada dasarnya semua
bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”;
2.
“Kesulitan dapat
menarik kemudahan”;
3.
ُاْلأَصْلُ فِىْ الْعَادَاتِ العَفُوْ فَلَا يَحْظَرُ مِنْهُ اِلَا مَا حَرَم الله
“Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat/ kebiasaan sama
dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara (selama tidak bertentangan dengan
syariah).”
3.
Pendapat Ulama’
Dengan mempertimbangkan
beberapa dalil diatas, akhirnya dikeluarkanlah Fatwa dewan syari`ah Nasional
No. 32/DSN-MUI/IX/2002, tentang Sukuk (Obligasi syari`ah) adalah surat berharga
berjangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikelurkan emitten kepada
pemegang obligasi syariah, tersebut berupa bagi hasil/margin/fee, serta
membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.”
Karakteristik dan
istilah sukuk merupakan pengganti dari istilah sebelumnya yang memggunakan
istilah bond, dimana istilah bond mempunyai makna loan (hutang), dengan
menambahkan Islamic maka kontradiktif maknanya karena biasanya yang mendasari
mekanisme hutang (loan) adalah interest, sedangkan dalan Islam interest
tersebut termasuk riba yang diharamkan. Untuk itu sejak tahun 2007 istilah bond
ditukar dengan istilah Sukuk sebagaimana disebutkan dalam peraturanm di Bapepam
LK.
Abu Hanifa dan muridnya Abu Yusuf memberikan pandangan bahwa penjualan
sesuatu/properti yang belum diterima oleh si penjual namun sudah jelas
keberadaan fisiknya (dapat dicek keberadaannya) adalah diperbolehkan. Maka dari
sinilah pondasi instrument bernama sukuk di abad modern ini bermula.[8]
C. PASAR UANG DAN BURSA VALUTA ASING /
SAHAM
Pasar artinya orang jual beli. Uang
adalah alat pembayaran yang sah yang di buat dari emas, perak dan sebagainya
yang di pakai sebagaiukuran nilai (harga) sesuatupasar uang berarti, tempat
oaring berjual beli uang. Umpanyanya uang rupiah dengan uang dolar amerika,
singapura dan malaysiadan mata uang lainnya.
Bursa berarti tempat
memperjualbelikan saham (obligasi dan suart berharga lainnya.)
Saham berarti bagian, andil (surat
sero). Pemegang sahamadalah suart sero (tanda ikut serta dalam perseroan
dagang)
Obligasi berarti: surat pinjaman
dari pemerintah dan sebaginya yang dapat di perdagangkan dan biasanya di bayar
dengan jalan undian tiap tahun. Dengan demikian, baik saham, obligasi maupun
suart berharga lainnya, dapat di perdagangkan karna ada nilainya.
Efek artinya suarat-surat berhaga
yang dapat di perdagangkan (saham, obligasi dan sebagianya). Jadi byrsa efek
adalah tempat memperjualbelikan surat-surat berharga yang dapat di
perdagangkan. Hal ini berarti, bahwa saham adalah termasuk efek.
Valuta asing berarti nilai uang,
alat pembayaran uang yang terjamin oleh persediaan emas atau perak. Jadi valuta
asingmaksudnya mata uang luar negri, seperti yen jepang, dolar amaerika,
ringgit Malaysia, dan sebagainya.
Orang-oarang yang
bergerakdalamdagang impor dan ekspor, memerlukan valuta asing untuk alat
pembayaran luar negriyang di sebut devisa (alat-alat pembeyaran luar negri)
Kelancaran perdagangan dengan pihak
luar negri sangat tergantung kepada tersedia atau tidaknya valuta asing
tersebut. Sebagai akaibat dari kegiatan itu timbullah penawaran dan permintaan
devisa pada bursavaluta asing. Kemudian perlu di ingat pula bahwa masing-masing
Negara mempunyai wewenang penuh untuk menetapkan kurs uang masing-masing (kurs berarti nilai uang, yaitu
perbandingan nilai uang terhadap uang asing.)
D. PANDANGAN ISLAM MENGENAI PASR UANG
DAN BURSA VALUTA ASING/SAHAM
Mengenai pasar uang dan bursa valuta asing, dapat di
benarkan oleh islam., karna sama halnaya dengan jaual beli barang lain.
Harganya juga sewaktu-waktu naik dan sewaktu-waktu turun. Pemegang saham ,uang,
obligasi dan suarat berharga lainnya, sama seperti orang menyimpan emas (bukan
untuk perhiasan) yang harganya adakalanya naik dan adakalanya turun.
Berbeda kalau ada oaring memonopoli
(memborong) saham, valuta asing untuk tujuan tertentu, sehingga pada suatu
ketika orang yangbersangkutan memaikan harganya di bursa efek atau jaual beli
valuta asing. Hal ini sama dengan itikhar
)الاحثكار), yaitu penimbunan barang. Sesudah
barangkurang di pasaran baru di keluarkan sehingga harganya tinggi dengan
keungtungan yang berlipat ganda.
Nabi
Muhammad swa memperingatkat dalam sabdanya dengan peringatan yang sanagat
keras.
الْجَا لِبُ مَرْزُقٌ وَالْمُحْثَكِرُ مَلْعُوْنٌ
(رواه ابن مجه و لحكم)
Orang yang menyediakan (meyediakan (mendatangkan)barang di
beri rezeki dan orang yang menimbun barang mendapat laknat (HR. IBNU Majah dan
AL Hakim)
لأَيَحْثَكِرُ
إِلأَخَاطِئٌ (رواه مسلم)
Tidaklah menimbun melainkan ia bersalah (HR. Muslim)
Orang yang senang menimbun barang biasanya, bila dia
mendengar harga barang murah, dia murung, dan bila dia mendengar harga barang
mahal, mukanya berseri.
Masalh pasar uang dan bursa valuta asing / saham yang tidak
sehat dan karna ada tujuan tertentu sehingga merusak pasaran. Di samakan dengan
orang yang menimbun barang.[9]
KESIMPULAN
Saham
adalah surat bukti kepemilikan atas sebuah perusahaan yang melakukan penawaran
umum (go public) dalam nominal dan porsentase tertentu. Sementara itu,
saham merupakan jumlah satuan dari modal kooperatif yang sama jumlahnya bisa
diputar dengan berbagai cara berdagang, dan harganya bisa berubah sewaktu-waktu
tergantung keuntungan dan kerugian atau kinerja perusahaan tersebut
Sedangkan
obligasi
merupakan instrument utang bagi perusahaan yang hendak memperoleh modal. Jangka
waktu jatuh tempo dari suatu obligasi adalah jumlah tahun yang telah dijanjikan
oleh emiten untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, jatuh tempo dari obligasi
mengacu pada tanggal berakhirnya eksistensi utang tersebut dan hari dimana
emiten akan menebus obligasi dengan membayar jumlah yang terutang.
A.
KRITIK DAN SARAN
Penulis menyadari masih banyak terdapat salah penulisan di dalam
penulisan makalah ini karna itu penulis sangat Mengharap kritikan saran dari pada para pembaca agar lebih baik
lagi penulisan makalah ini
DAFTAR PUSTAKA
Huda, Nurul dan Mustafa Edwin Nasution, Current Issues Lembaga Keuangan Syariah,(
Jakarta: Prenada Media, 2009)
Hasan, Ali masail fiqiyah zakat,pajak,asusransi dan
lembaga keuagan, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2003), hal 155-158
http://chinguonline.blogspot.com/2010/11/sukuk-dan-persyaratan
investor. html. Senin, 06 Juni 2015 11:16 WIB.
Manan,
Abdul, Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan
Investasi di Pasar Modal Syariah Indonesia,
(Jakarta : Kencana media group, 2009)
Soemitra, Andri,
Bank dan Lembaga Keuangan Syariah,
(Jakarta: Prenada Media, 2009)
Yuliana, Indah,
INVESTASI “Produk Keuangan Syariah” (Malang: UIN-MALIKI PRESS ,2010)
[1]
Abdul Manan, Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi
di Pasar Modal Syariah Indonesia,
(Jakarta : Kencana media group, 2009) Hal.93
[3]
Indah Yuliana, INVESTASI “Produk Keuangan Syariah” (Malang:
UIN-MALIKI PRESS ,2010) Hal. 59
[6]
Nurul Huda dan Mustafa
Edwin Nasution, Current Issues Lembaga
Keuangan Syariah,( Jakarta: Prenada Media, 2009), hal 314
[7]
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta:
Prenada Media, 2009), hal 140.
[8] http://chinguonline.blogspot.com/2010/11/sukuk-dan-persyaratan
investor. html.
Senin, 06 Juni 2015 11:16 WIB.
[9]
Ali hasan, masail fiqiyah zakat,pajak,asusransi dan
lembaga keuagan, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2003), hal 155-158
0 Response to "MAKALAH :MASAILUL FIQIH TENTANG SAHAM DAN OBLIGASI"
Posting Komentar